Advertisement

Pasang Iklan Disini
HeadlinePemerintah

Pesta Miras di Tanah Adat! Oknum Pejabat Harita Grup Dikecam Masyarakat Halmahera Selatan

Admin Redaksi
Selasa, 15 Juli 2025, Juli 15, 2025 WAT
Last Updated 2025-07-14T23:56:23Z
Advertisement


NUSANTAR INFO Halmahera Selatan, 14 Juli 2025 — Rasa marah dan kecewa kini membuncah di tengah masyarakat Halmahera Selatan. Sebuah tindakan tak bermoral dan tidak beretika diduga dilakukan oleh oknum petinggi PT Harita Grup, salah satu perusahaan tambang terbesar yang beroperasi di wilayah ini. Mereka diduga dengan terang-terangan menggelar pesta minuman keras (miras) di kawasan wisata Pulau Nusara, sebuah tempat yang selama ini dijaga kehormatannya oleh masyarakat adat setempat.

Peristiwa memalukan itu disebut melibatkan dua nama penting dalam struktur perusahaan: Hasto yang berasal dari kantor pusat (HO) dan Yohanes, Kepala Perwakilan PT Harita Grup di Labuha (KPL). Keduanya diduga menikmati miras bersama beberapa orang lainnya di lokasi wisata umum, tanpa menghormati nilai adat, budaya, maupun norma sosial masyarakat lokal.

Kejadian tersebut sontak menimbulkan kemarahan besar dari warga. Pulau Nusara bukan sekadar tempat liburan biasa, tapi tanah yang dianggap sakral oleh masyarakat adat. Di sinilah nilai leluhur dijaga dan dipertahankan selama berpuluh-puluh tahun. Namun semua itu seolah tak berarti di mata para oknum perusahaan yang justru menjadikan tempat tersebut lokasi berpesta dan mabuk-mabukan.

Beberapa warga yang menyaksikan langsung kejadian itu merasa tersinggung dan dilecehkan. Mereka menyatakan bahwa para pejabat tersebut tidak hanya membawa minuman keras, tetapi juga berperilaku bising, tertawa keras, dan sama sekali tidak menghargai kesucian tempat itu. Beberapa bahkan mengabadikan momen tersebut melalui rekaman video dan foto sebagai bukti.

Yang lebih menyakitkan bagi masyarakat adalah sikap perusahaan yang dianggap tidak bertanggung jawab. Setelah informasi ini menyebar, sejumlah wartawan dan tokoh masyarakat mencoba melakukan konfirmasi langsung ke kantor perwakilan PT Harita Grup di Desa Tembal, Labuha. Namun, semua upaya klarifikasi tidak digubris. Kantor tutup, telepon tak diangkat, dan surat tidak dibalas. Diamnya perusahaan dianggap sebagai bentuk penghinaan kedua, setelah perilaku tidak bermoral oknum di lapangan.

Warga menyatakan dengan tegas bahwa kesabaran mereka telah habis. Mereka menilai PT Harita Grup tidak bisa lagi dianggap sebagai mitra yang menghormati masyarakat lokal jika tindakan seperti ini terus terjadi dan dibiarkan tanpa sanksi. Mereka menuntut agar perusahaan segera bertindak tegas dengan memecat atau memulangkan dua oknum pejabat tersebut, serta meminta maaf secara terbuka kepada masyarakat Halmahera Selatan. Jika tuntutan ini tidak segera dipenuhi, masyarakat akan mengambil langkah sendiri.

Seorang pemuda adat menyatakan bahwa mereka sedang menggalang kekuatan lintas desa dan kampung untuk menggelar aksi besar-besaran di depan kantor PT Harita Grup. Tidak hanya itu, akses masuk menuju lokasi operasional perusahaan akan ditutup jika perusahaan terus bersembunyi di balik tembok diam. Mereka menegaskan bahwa wilayah adat bukanlah tempat yang bisa diinjak seenaknya oleh orang luar tanpa menghormati nilai dan martabat setempat.

“Kalau perusahaan ini tidak bisa menghargai kami, maka kami juga tidak perlu menghargai kehadiran mereka di tanah ini. Jangan kira masyarakat di sini bodoh dan bisa dibungkam. Kalau tidak ada tindakan dalam waktu dekat, kami akan buat mereka malu di mata nasional!” tegas pemuda adat tersebut.

Masyarakat juga meminta agar pemerintah daerah dan aparat penegak hukum tidak tinggal diam. Mereka menilai peristiwa ini tidak hanya melukai masyarakat adat, tetapi juga mencoreng wajah pariwisata Halmahera Selatan secara keseluruhan. Pesta miras di ruang publik yang dilakukan oleh pejabat perusahaan besar adalah bentuk arogansi dan kebiadaban yang tidak bisa ditoleransi.

Kini semua mata tertuju pada PT Harita Grup. Apakah mereka akan bertindak seperti perusahaan yang bertanggung jawab dan beradab, atau justru memperkuat anggapan bahwa mereka hanya peduli pada keuntungan dan tidak peduli terhadap masyarakat di tempat mereka beroperasi?

Warga Halmahera Selatan telah memberi waktu. Jika tidak ada respons, maka mereka siap bertindak. Dan jika perusahaan tetap diam, maka bukan tidak mungkin seluruh operasi mereka di Halmahera Selatan akan ditolak secara adat dan sosial. Ini bukan sekadar kemarahan, ini adalah bentuk perlawanan terhadap ketidakadilan, penghinaan, dan penginjakkan harga diri rakyat.

TrendingMore