
SANGGAU, Warta Nusantara – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kecamatan Sekayam, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, kembali mencuat ke permukaan. Pengacara muda asal Kalbar, Rusliyadi, S.H, menerima pengaduan langsung dari masyarakat yang resah akibat kerusakan lingkungan, pencemaran sungai, hingga dugaan kuat keterlibatan oknum aparat dan pejabat daerah.
“Hutan rusak, sungai tercemar, dan lahan masyarakat hancur. Namun tambang ilegal ini tetap beroperasi tanpa hambatan,” ujar Rusliyadi saat memberikan keterangan pada Kamis (25/9/2025).
Oknum Polisi dan Anggota DPRD Diduga Bekingi Tambang Ilegal
Rusliyadi mengungkapkan bahwa para penambang mengaku mendapat "izin" dari oknum aparat di wilayah Polsek Sekayam, bahkan seorang anggota DPRD lokal disebut ikut bermain di balik aktivitas haram ini,Serta Masuk dalam Seorang Tokoh PETI Berinisial 'AS'.
“Identitas para oknum sudah kami kantongi, berdasarkan pengakuan warga yang memberikan kuasa hukum. Ini bukan lagi aktivitas liar biasa, tapi sudah terstruktur dan merugikan banyak pihak,” tegasnya.
Kerusakan Lingkungan dan Pencemaran Air: Ancaman Nyata bagi Masyarakat
Warga pedalaman mengaku kehilangan akses terhadap air bersih akibat aliran sungai yang tercemar. Bekas galian tambang, penggunaan alat berat, dan bahan kimia berbahaya seperti merkuri diduga menjadi penyebab utama kerusakan ekosistem. Selain merusak lingkungan, aktivitas PETI juga membawa risiko longsor, banjir, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
“Yang menanggung kerugian adalah negara, masyarakat, dan pemilik tanah. Sementara segelintir pihak justru meraup keuntungan miliaran rupiah dalam beberapa bulan terakhir,” tambah Rusliyadi.

Hukum Dilanggar, Negara Dirugikan
Berdasarkan hukum yang berlaku, aktivitas PETI melanggar sejumlah ketentuan penting dalam sistem hukum Indonesia, antara lain:
Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No. 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara:
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin dikenakan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
Pasal 98 ayat (1) dan (3) UU No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup:
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran dan/atau perusakan lingkungan hidup dapat dipidana penjara hingga 10 tahun dan/atau denda hingga Rp10 miliar.”
Pasal 55 KUHP jika terbukti adanya keterlibatan atau turut serta oknum aparat atau pejabat dalam kejahatan tersebut.

Desakan Serius untuk Penegakan Hukum
Rusliyadi menyerukan agar aparat penegak hukum, khususnya Polda Kalbar, bertindak tegas tanpa pandang bulu. Ia mengapresiasi komitmen Kapolda Kalbar, Irjen Pol Pipit Rismanto, yang pernah menegaskan tidak akan mundur dalam pemberantasan PETI, namun menegaskan bahwa pernyataan tersebut harus dibuktikan di lapangan.
“Kami akan menyerahkan bukti lengkap dan nama-nama yang diduga terlibat. Harapan kami, penegakan hukum berjalan adil dan transparan,” ucapnya.
Ajakan untuk Masyarakat dan Lembaga: Lawan Kejahatan Ekologi
Di akhir pernyataannya, Rusliyadi mengajak seluruh elemen masyarakat dan organisasi sipil untuk bersatu menyuarakan keadilan dan mendesak pemerintah serta aparat bertindak cepat.
“Ini bukan hanya tentang tambang ilegal. Ini tentang masa depan lingkungan, hak hidup masyarakat adat, dan integritas penegakan hukum di negeri ini..”[AZ]
Sumber:(Lawyer Muda Kalbar)
Posting Komentar
Minta Comentarnya