Geger!!! Oknum Polisi Bacan Timur Diduga Hamili Warga, Komentar Arogan Jadi Tamparan Bagi Publik

          foto lustrasi

WarnaNusantara.com – Malu besar kembali menimpa institusi kepolisian. Seorang oknum anggota Polsek Bacan Timur, Kabupaten Halmahera Selatan, berinisial S, diduga kuat menghamili seorang perempuan berinisial F, warga Desa Babang. Yang lebih mencengangkan, sikap arogan sang oknum saat dikonfirmasi justru menambah bara kemarahan publik, Selasa (26/08/2025).

Kasus ini bermula dari hubungan asmara yang mereka jalani sejak lama. Pada Maret lalu, keduanya melakukan hubungan layaknya suami istri. Dua bulan kemudian, hasil tes kehamilan korban dinyatakan positif. Fakta ini semakin jelas setelah pemeriksaan USG RSUD Marabose menunjukkan usia kandungan sudah empat bulan. Semua bukti mengarah kepada S.

Alih-alih menunjukkan penyesalan, S dengan enteng mengakui perbuatannya: “Memang pernah kita tidur deng dia, kalau menurut hitungan ya sesuai, saya akui. Cuma jangan dia baribut terus, biar kita atur baik-baik. Masalahnya istri saya marah-marah.” Ujarnya dengan nada santai,tanpa merasa bersalah.

Kalimat meremehkan ini sontak memicu amarah publik. Bagaimana mungkin seorang aparat penegak hukum berbicara seolah persoalan ini hanyalah perkara sepele, sementara ada seorang perempuan yang tengah mengandung dan menanggung malu?

Korban mengaku hubungannya dengan S baik-baik saja sebelum kehamilan. Namun, semua berubah setelah hasil tes menunjukkan positif.

“Dia bilang bisa saja bayi ini bukan anaknya. Padahal sebelumnya dia baik, tapi setelah saya hamil dia langsung menjauh,” tutur korban dengan suara bergetar.

Ironisnya, korban juga mengaku mendapat tekanan dari istri sah S, yang memaksanya melupakan keinginan untuk dinikahi. Tekanan ini menjadi beban berat yang harus dipikul korban, di tengah kehamilan yang terus berjalan tanpa kepastian.

Kapolsek Bacan Timur membenarkan adanya mediasi, namun berujung buntu. Sementara itu, Propam Polres Halmahera Selatan menyarankan agar korban membuat pengaduan langsung ke Propam Polres Halmahera Selatan.

Praktisi hukum Yeri Kakanok, S.H., menilai kasus ini tidak bisa dianggap remeh: “Ada dua aspek besar yang dilanggar: hukum pidana dan etik. Secara pidana, ini jelas perzinaan sebagaimana Pasal 284 KUHP. Secara etik, ini mencoreng institusi Polri. Jika terbukti, oknum harus diproses hukum, dijatuhi sanksi etik, bahkan diberhentikan tidak dengan hormat (PTDH),” Tegas Yeri.

Dasar hukum atas kasus ini jelas: Pasal 284 KUHP menegaskan perzinaan adalah tindak pidana. Kode Etik Polri (Perkap 14/2011) melarang setiap perbuatan tercela. Bahkan PP Nomor 1 Tahun 2003 menyatakan pelanggaran berat bisa berujung PTDH.

Kini publik menuntut ketegasan. Jika Polri hanya diam, maka yang tercoreng bukan hanya nama seorang oknum, melainkan kehormatan seluruh institusi. Diam berarti berkhianat pada sumpah, dan pembiaran adalah pengkhianatan terhadap rakyat.

Suara publik kian lantang meminta agar Propam dan Polda Maluku Utara segera turun tangan menuntaskan kasus ini secara transparan dan tegas. Jangan sampai arogansi seorang oknum menghancurkan martabat seluruh institusi. Saatnya Polri membuktikan bahwa seragam cokelat bukan tameng bagi aib, melainkan lambang keadilan.


Redaksi

Post a Comment

Minta Comentarnya

أحدث أقدم